1. Pengertian Sintaksis
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti 'dengan' dan tattein yang berarti 'menempatkan'. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Achmad, 1996/1997). Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis ini. Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Verhaar (1996:161) dan Suparman (1985:1) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Ada juga yang berpendapat bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat (Stryker, 1969). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah studi tentang hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain. Hubungan antara kata yang satu dan kata yang lain akan membentuk frase, klausa, dan kalimat.
2. Medan Telaah Sintaksis
Berdasarkan pengertian sintaksis di atas, jelas bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu, (2) satuan-satuan sintaksis berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.
Satuan wacana terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat, satuan kalimat terdiri dari unsur yang berupa klausa, satuan klausa terdiri dari unsur yang berupa frase, dan frase terdiri dari unsur yang berupa kata. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi.
Untuk menjelaskan medan telaah sintaksis, diambil contoh sebagai berikut:
(1) Nalika aku isih cilik, aku nate kejegur ing blumbang.
Kalimat di atas terdiri dari dua klausa, yaitu klausa (a) aku isih cilik dan klausa (b) aku nate kejegur blumbang. Klausa (a) disebut klausa nonfinal karena tidak berpotensi sebagai kalimat, sedangkan klausa (b) disebut klausa final karena berpotensi menjadi kalimat. Untuk klausa (a) terdiri dari fungsi S, ialah aku, P ialah isih cilik. Fungsi P terdiri dari satuan yang disebut frase, yaitu isih cilik. Frase ini terdiri dari dua kata yaitu isih dan cilik. Untuk klausa (b) terdiri dari fungsi S, ialah aku, P ialah nate kejegur, dan K ialah ing blumbang. Fungsi P dan K terdiri dari satuan yang disebut frase yaitu nate kejegur dan ing blumbang. Frase nate kejegur terdiri dari dua kata yaitu nate dan kejegur. Frase ing blumbang terdiri dari dua kata yaitu ing dan blumbang.
Dari penjelasan dan contoh kalimat (1) di atas, dapat disimpulkan bahwa:
A. Frase
Frase adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook, 1971:91). Ramlan (1996:151) mengatakan bahwa frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab mengenai frase.
Contoh: - nate kejegur
- ing blumbang
- isih cilik
B. Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (Cook, 1971:65). Ramlan (1996:89) dan Kridalaksana (1985:151) mengemukakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat. Dapat pula dikatakan bahwa klausa adalah kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk. Untuk penjelasan lebih lanjut, dapat dilihat pada bab mengenai klausa.
Contoh: - Nalika aku isih cilik, aku nate kejegur ing blumbang.
Klausa I klausa II
- Ibu masak ing pawon lan adhiku nyapu jobin ngarep
Klausa I Klausa II
C. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook, 1971:39-40). Ramlan (1996:27) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.
Contoh: - Bapake kapundhut setaun kepungkur.
- Burisrawa ora mlebu amarga lara.
- Janaka kelangan dhuwit sewu wingi sore.
Pada tataran sintaksis 1 ini hanya membicarakan seluk beluk frase dan klausa, sedangkan seluk beluk kalimat akan dibicarakan pada sintaksis 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar