Senin, 19 April 2010

ALAT BANTU SINTAKSIS


1. Pengertian Alat Bantu Sintaksis

Jika kita ingin menggunakan suatu bahasa dengan baik, kita harus mengetahui alat sintaksis dari bahasa tersebut. Yang dimaksud alat-alat sintaksis adalah alat-alat untuk menghubungkan kata-kata menjadi kelompok dengan struktur tertentu. Adapun yang dimaksudkan dengan struktur adalah hubungan setara dan bertingkat dari kelompok tersebut. Jadi, eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh alat bantu yang berupa urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konjungsi. Peranan alat-alat sintaksis itu tampaknya tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Ada bahasa yang lebih mementingkan urutan, ada yang lebih mementingkan bentuk kata atau intonasi.

2. Macam Alat Bantu Sintaksis

Ada beberapa alat bantu sintaksis, yaitu:

1). Urutan kata

Yang dimaksud urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa Jawa urutan kata ini tampaknya sangat penting karena perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Perhatikan contoh berikut:

1. a. Aku gelem ora mangan.

b. Aku ora gelem mangan.

2. a. Titik dijiwit Totok.

b. Totok dijiwit Titik.

Contoh 1a memiliki makna yang tidak sama dengan contoh 1b. Perbedaan itu, aku gelem ora mangan menyatakan bahwa si pelaku aku berkenan untuk tidak makan, sedangkan Aku ora gelem mangan menyatakan bahwa si pelaku memang berniat tidak mau makan. Begitu juga dengan urutan konstruksi Titik dijiwit Totok dan Totok dijiwit Titik berbeda maknanya. Perbedaannya adalah pada kalimat 2a, Titik sebagai sasaran perbuatan dan Totok sebagai pelaku. Dalam kalimat 2b, Totok sebagai sasaran perbuatan dan Titik sebagai pelaku. Perbedaan makna pelaku dan sasaran itu terjadi karena letak urutan kata Titik dan Totok dipertukarkan.

Selain mengubah makna, urutan kata kadang mengubah kalimat menjadi tidak berterima.

Contoh:

3. a. Suket dipangan jaran.

b. *Jaran dipangan suket.

2). Bentuk kata

Dalam bahasa Jawa, bentuk kata yang berbeda juga menentukan makna yang berbeda. Umpamanya kalau kata dijiwit pada kalimat Totok dijiwit Titik diganti dengan bentuk njiwit, sehingga kalimat menjadi Totok njiwit Titik, maka makna kalimat itu berubah. Kalau dalam bentuk dijiwit yang melakukan perbuatan adalah Titik, maka dalam bentuk njiwit yang melakukan perbuatan adalah Totok.

3). Intonasi

Alat sintaksis ketiga, yang dalam bahasa tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti, yang akibatnya menimbulkan kesalahpahaman adalah intonasi. Sebuah kalimat dengan unsur-unsur segmental yang sama jika diberi intonasi yang berbeda akan berbeda pula maknanya, misalnya kalimat Totok dijiwit Titik, dengan intonasi deklaratif menjadi kalimat bermodus deklaratif (yang dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda titik); dengan intonasi interogatif menjadi kalimat interogatif (yang dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya); dan bila diberi intonasi interjektif akan menjadi kalimat interjektif (yang dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda seru).

Batas antara subyek dan predikat dalam bahasa Jawa biasanya ditandai dengan intonasi berupa nada naik dan tekanan. Oleh karena itu, kalau susunan kalimat yang berbunyi Kucing mangan tikus mati dan Bapak ibu kula dhateng Surabaya diberi tekanan sebagai batas subyek dan predikat pada tempat yang berbeda, maka kalimat tersebut akan memiliki makna gramatikal yang berbeda. Bandingkanlah makna konstruksi contoh-contoh kalimat berikut:

4. a. Kucing / mangan tikus mati.

b. Kucing mangan tikus / mati.

c. Kucing / mangan // tikus / matI.

5. a. Bapak / ibu kula dhateng Surabaya.

b. Bapak / ibu / kula / dhateng Surabaya.

c. Bapak ibu / kula dhateng Surabaya.

Keterangan: / = batas subyek predikat

// = batas klausa

4). Penggunaan kata depan

Alat sintaksis yang keempat adalah penggunaan kata depan yang biasanya berupa sebuah morfem atau gabungan morfem. Konjungsi ini bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen lain, baik yang berada di dalam kalimat maupun yang berada di luar kalimat. Dilihat dari sifat hubungannya, dibedakan adanya dua macam konjungsi yaitu konjungsi koordinatif dan subordinatif. Konjungsi koordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan dua buah konstituen yang sama kedudukannya. Contohnya yaitu lan, utawa, nanging. Konjungsi subordinatif yaitu konjungsi yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Contohnya yaitu ewadene, amarga, yen dan sebagainya. Di samping itu ada pula konjungsi yang berupa kata depan misalnya ing, saka, menyang. Penggunaan konjungsi yang berbeda akan mengakibatkan makna kalimat juga berbeda. Perhatikan contoh berikut:

6. a. Aku saka Surabaya.

b. Aku ing Surabaya.

c. Aku menyang Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar